Secangkir Kopi Tubruk
Dalam artikel yang ditulis dengan gaya santai, penulis membahas pertanyaan yang sering diajukan orang tentang kelanjutan Guru Penggerak. Meskipun banyak yang mempertanyakan tunjangan yang diterima, penulis yakin bahwa mempelajari sesuatu yang baik tak akan ada ruginya.
Saya tak tahu, mau diberi judul apa tulisan gado-gado ini. Tapi karena di depanku ada secangkir kopi yang menemaniku begadang, maka kunobatkan penghargaan kepadanya untuk menjadi judul artikel.
Saya teringat pada satu pertanyaan yang sering ditanyakan orang, secara langsung kepada saya maupun ditanyakan di grup Facebook: "Nanti kalau ganti Menteri, bagaimana kelanjutan Guru Penggerak?"
Kemudian ditambah kalimat, "Kalau jadi Guru Penggerak, dapat tunjangan berapa?"
Saya sih senyum-senyum saja karena meréka belum belajar tentang "Deficit Based Thinking". Kalau meréka paham, mungkin tidak akan bertanya seperti itu.
Yang pertama: Mempelajari sesuatu yang baik itu tidak ada ruginya. Dan saya yakin, teman-teman yang ikut PGP (Pendidikan Guru Penggerak) tidak berharap mendapat tunjangan seperti rekan-rekan guru yang lulus PPG (Pendidikan Profesi Guru).
Yang ke dua: PGP adalah bagian dari sistem besar bernama Merdeka Belajar yang di dalamnya ada Sekolah Penggerak dan SMK Pusat Keunggulan. Kalau nanti ganti menteri kemudian PGP dihapus, berarti dihapus juga Sekolah Penggerak dan SMK PK. Apakah mungkin? Mungkin saja sih, tapi kemungkinannya kecil. Alasannya: Sekolah Penggerak, SMK Pusat Keunggulan, dan Guru Penggerak jumlahnya amat banyak. Ini program bagus, bukan ormas terlarang. Siapa pun pemimpinnya kelak, akan berpikir berulang kali untuk membubarkan sesuatu yang sudah besar dan berdampak baik.
Kebetulan tahun 2017 saya dipercaya menjadi Instruktur Nasional Guru Keahlian Ganda. Program ini adalah bagian dari Revitalisasi SMK yang bertujuan meningkatkan kompeténsi guru non-kejuruan. Misalkan: Guru Matématika setelah mengikuti Diklat Guru Keahlian Ganda, bisa mengajar mata pelajaran produktif ilmu komputer, dan ini diakui liniér sehingga jam mengajarnya di mapel ilmu komputer bisa dipakai untuk memenuhi tuntutan mengajar minimal 24 jam perpekan agar Tunjangan Profési Guru-nya cair.
Sekarang Diklat Guru Keahlian Ganda tidak ada. Tapi sertifikatnya tetap berlaku. Ini menunjukkan bahwa kalau pun di masa depan Pendidikan Guru Penggerak dihapus, sertifikat yang telah dimiliki para Guru Penggerak tetap berlaku. Jadi jangan khawatir.
Apa pun yang akan terjadi ke depan, teman-teman Guru Penggerak akan terus bergerak memajukan pendidikan. Meréka adalah guru-guru hébat terseléksi yang di sekolah asalnya pasti bukan guru "biasa-biasa saja". Teman-teman CGP di kelas saya, ternyata di sekolahnya menjadi pionir. Ada yang menjadi Wakil Kepala Sekolah, ada juga yang menjadi Ketua Program Adiwiyata di sekolahnya.
Biarlah meréka menganggap kita (para CGP dan GP) adalah orang-orang ambisius yang salah jalan. Menurut Everett Rogers dalam bukunya yang berjudul "Diffusion of Innovations", hanya 2½% sampai 16% dari populasi yang akan mengadopsi inovasi. Sebagian lagi menunggu hasil dari inovasi itu. Bila berhasil, Meréka mengikuti. Sisanya yaitu 16% sampai 34% tidak mau mengadopsi inovasi. Meréka telah berada di zona nyaman.
Tetap semangat kawan-kawan CGP. Abaikan hawa négatif. Mari terus bergerak membuat dampak yang lebih baik untuk murid-murid kita, maka kita pun sedang membuat dampak bagi masa depan Indonésia.
Malam telah larut. Jam di laptop menunjukkan pukul 01:23 WIB. Berarti telah masuk tanggal 12 Mei. Dalam hati saya berkata,
"Happy birthday to me. Semoga usia baru ini membawa banyak kebahagiaan, kesuksesan, dan peluang baru untuk tumbuh dan berkembang menjadi versi terbaik dari diri saya. Saya optimis bahwa dengan semangat pantang menyerah dan tekad yang kuat, saya dapat meraih semua impian dan tujuan yang saya cita-citakan. Cheers to another year of life!"
Mawan A. Nugroho.
https://www.mawan.id
Pendekatan Berbasis Aset: Menemukan Potensi Positif dalam Setiap Kondisi
Pendekatan berbasis kekurangan/masalah (deficit-based approach) adalah cara pandang yang biasa kita gunakan untuk menyelesaikan masalah di sekitar kita. Namun, terkadang kita terjebak dalam sikap negatif dan fokus pada hal-hal yang tidak berfungsi dengan baik. Hal ini bisa menyebabkan kita menjadi buta terhadap potensi dan peluang yang ada di sekitar.
Pendekatan berbasis aset (asset-based approach), di sisi lain, merupakan cara pandang yang berfokus pada kekuatan dan potensi positif yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Pendekatan ini menekankan pada apa yang berjalan dengan baik, apa yang menjadi inspirasi, dan apa yang menjadi kekuatan ataupun potensi yang positif dalam kehidupan.
Konsep pendekatan berbasis aset ini dikembangkan oleh Dr. Kathryn Cramer, seorang ahli psikologi yang menekuni kekuatan berpikir positif untuk pengembangan diri. Dia percaya bahwa setiap individu memiliki kekuatan dan potensi yang positif yang bisa dimanfaatkan untuk mencapai tujuan dan meraih kesuksesan.
Pendekatan berbasis aset ini mengajarkan kita untuk memusatkan perhatian pada apa yang sudah berjalan dengan baik dan memanfaatkannya sebagai sumber kekuatan untuk menghadapi tantangan dan kesulitan di masa depan. Ketika kita memandang sesuatu dengan sudut pandang yang positif, maka kita akan lebih terbuka dan fleksibel dalam mencari solusi terhadap masalah yang kita hadapi.
Contohnya, ketika kita berada dalam situasi sulit seperti menghadapi pandemi Covid-19, pendekatan berbasis aset akan membantu kita untuk melihat potensi positif di sekitar kita, misalnya meningkatnya solidaritas dan kolaborasi di antara masyarakat, inovasi dan kreativitas dalam mencari cara-cara baru untuk mengatasi situasi sulit, atau peningkatan kesadaran akan pentingnya kesehatan dan kebersihan.
Dalam dunia pendidikan, pendekatan berbasis aset juga dapat diaplikasikan dalam mencari potensi positif dalam setiap murid dan kelompok yang ada di dalam kelas. Dengan menemukan kekuatan dan potensi positif tersebut, guru dapat mengembangkan strategi dan metode pembelajaran yang lebih efektif dan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan setiap murid.
Pendekatan berbasis aset bukan berarti mengabaikan masalah atau kekurangan yang ada, namun cara pandang yang positif ini akan membantu kita untuk lebih terbuka dan kreatif dalam mencari solusi terhadap masalah yang kita hadapi. Dengan demikian, pendekatan berbasis aset dapat membantu kita untuk mencapai tujuan dan meraih kesuksesan secara lebih efektif dan berkelanjutan.
Merdeka Belajar
Sekolah Penggerak, Guru Penggerak, dan SMK Pusat Keunggulan adalah program-program yang diluncurkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dalam rangka mewujudkan visi Merdeka Belajar. Berikut penjelasan singkat tentang masing-masing program:
- Sekolah Penggerak: Program ini bertujuan untuk mengembangkan sekolah-sekolah yang menjadi rujukan dan penggerak perubahan dalam peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Sekolah Penggerak menerapkan Kurikulum Merdeka yang memberikan kebebasan dan fleksibilitas kepada sekolah untuk menyesuaikan kurikulum dengan kebutuhan dan potensi murid, guru, dan lingkungan. Sekolah Penggerak juga didukung oleh sistem manajemen sekolah yang profesional, kolaboratif, dan berorientasi pada hasil belajar murid.
- Guru Penggerak: Program ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dan kesejahteraan guru-guru di Indonesia melalui berbagai bentuk bantuan dan fasilitas. Guru Penggerak adalah guru-guru yang berprestasi, berdedikasi, dan berinovasi dalam mengajar dan membimbing murid. Guru Penggerak mendapatkan dukungan berupa sertifikat pendidik, tunjangan profesi, bantuan biaya pendidikan lanjutan, bantuan perumahan, bantuan transportasi, bantuan peralatan mengajar, dan lain-lain .
- SMK Pusat Keunggulan: Program ini bertujuan untuk menghasilkan lulusan SMK yang terserap di dunia kerja atau menjadi wirausaha melalui keselarasan pendidikan vokasi dengan dunia kerja. SMK Pusat Keunggulan adalah SMK yang memiliki kompetensi keahlian tertentu yang diperkuat oleh kemitraan dengan dunia usaha, dunia industri, atau dunia kerja. SMK Pusat Keunggulan juga menjadi rujukan dan pengimbas bagi SMK lainnya dalam peningkatan kualitas dan kinerja. Program ini diharapkan menjadi penggerak bagi SMK di Indonesia agar meningkatkan kualitas hasil belajar murid yang sesuai dengan standar dunia usaha dan dunia industri (DUDI) atau dunia kerja. Kemendikbud menyiapkan enam bentuk dukungan, di antaranya, yang pertama adalah penguatan SDM. Mendikbud menekankan kembali pentingnya penguatan kepala sekolah, pengawas sekolah dan guru melalui program Guru Penggerak .
Diffusion of Innovations
Diffusion of Innovations adalah buku karya Everett M. Rogers yang menjelaskan bagaimana ide dan teknologi baru menyebar di masyarakat. Buku ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1962 dan telah diperbarui beberapa kali sejak saat itu. Edisi terbaru adalah edisi kelima yang diterbitkan pada tahun 2003.
Buku ini mencakup berbagai aspek dari proses difusi, seperti karakteristik inovasi, jenis pengadopsi, peran saluran dan jaringan komunikasi, efek dari sistem sosial dan organisasi, dan konsekuensi dari inovasi bagi individu dan masyarakat.
Inti dari buku ini adalah untuk memberikan kerangka kerja yang komprehensif dan interdisipliner untuk memahami dan mempelajari difusi inovasi di berbagai domain dan konteks. Buku ini juga menawarkan implikasi praktis dan rekomendasi untuk mempromosikan atau mengelola difusi inovasi yang bermanfaat.
Persentase populasi yang bersedia mengikuti inovasi bergantung pada bagaimana kita mendefinisikan dan mengkategorikan pengadopsi inovasi. Menurut teori difusi inovasi oleh Everett M. Rogers, ada lima jenis pengadopsi:
- Inovator;
- Pengadopsi awal;
- Mayoritas awal;
- Mayoritas akhir, dan;
- Laggards.
Inovator adalah orang yang paling bersedia mengikuti inovasi, karena mereka adalah orang pertama yang mencoba ide dan teknologi baru. Mereka mewakili sekitar 2,5% dari populasi.
Pengadopsi awal juga bersedia mengikuti inovasi, tetapi mereka lebih selektif dan berhati-hati daripada inovator. Mereka adalah pemimpin opini dan pencipta tren yang memengaruhi orang lain untuk mengadopsi ide dan teknologi baru. Mereka mewakili sekitar 13,5% dari populasi.
Mayoritas awal cukup bersedia untuk mengikuti inovasi, tetapi mereka membutuhkan bukti dan bukti sosial bahwa inovasi tersebut berhasil sebelum mereka mengadopsinya. Mereka adalah konsumen pragmatis dan rasional yang mengikuti pengadopsi awal. Mereka mewakili sekitar 34% dari populasi.
Mayoritas yang terlambat enggan untuk mengikuti inovasi, tetapi pada akhirnya mereka melakukannya karena kebutuhan atau tekanan teman sebaya. Mereka adalah konsumen yang skeptis dan konservatif yang mengadopsi ide dan teknologi baru setelah menjadi arus utama. Mereka mewakili sekitar 34% dari populasi.
Laggards adalah yang paling tidak mau mengikuti inovasi, karena mereka sangat tradisional dan resisten terhadap perubahan. Mereka adalah orang terakhir yang mengadopsi ide dan teknologi baru, jika ada. Mereka mewakili sekitar 16% dari populasi.
Comments ()